hotsvidz.blogspot.com - Terdapat beberapa tanda para ahlul-bid’ah dan pengekor hawa nafsu, diantaranya adlh : a. Mencela Ahlul-Atsar. Telah berkata Abu Haatim Ar-Raaziy rahimahullah :
Silakan baca pembahasan sebelumnya :Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (1) - Pendahuluan & Berpegang pd Manhaj ShahabatUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (2) - Berpegang pd Manhaj ShahabatUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (3) - Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (4) - Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (5) - Larangan Bermajelis dgn Ahlul-Ahwaa’
علامات أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر
Tanda-tanda ahlul-bid’ah adlh mencela Ahlul-Atsar [‘Aqiidah Abi Haatim Ar-Raaziy, hal. 69]. b. Sangat Besar Permusuhannya dgn Ahli Hadits Tapi Diam terhadap Para Penyeru Kesesatan dan Kebathilan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menyifati mereka dgn sabdanya : يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدْعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ.
Membunuh kaum muslimin, tapi membiarkan para penyembah berhala [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari 13/416 - Al-Fath - dan Muslim no. 1064]. Telah berkata Abu ‘Utsman Ash-Shabuniy (w. 449 H) : وعلامات البدع على أهلها بادية ظاهرة، وأظهر آياتهم وعلاماتهم شدة معاداتهم لحملة أخبار الني صلى الله عليه وسلم، واحتقارهم لهم وتسميتهم إياهم حشوية وجهلة وظاهرية ومشبهة، اعتقادا منهم في أخبار الرسول صلى الله عليه وسلم أنها بمعزل عن العلم، وأن العلم ما يلقيه الشيطان إليهم من نتائج عقولهم الفاسدة، ووساوس صدورهم المظلمة، وهواجس قلوبهم الخالية من الخير، وحججهم العاطلة. أولئك الذين لعنهم الله
Tanda-tanda bid’ah yg ada pd ahlul-bid’ah adlh sangat jelas. Dan tanda-tanda yg paling jelas adlh permusuhan mereka terhadap pembawa khabar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (yaitu para ahlul-hadits), memandang rendah mereka, serta menamai mereka sebagai hasyawiyyah, orang-orang bodoh, dhahiriyyah, dan musyabbihah. Mereka meyakini bahwa hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengandung ilmu. Dan bahwasannya ilmu itu adlh apa-apa yg dibawa setan kepada mereka dlm bentuk hasil pemikiran aka-akal rusak mereka, was-was yg terbisikkan dlm hati-hati mereka yg penuh kegelapan, dan hal-hal yg terlintas dlm hati mereka nan kosong dari kebaikan dan hujjah. Mereka adlh kaum yg dilaknat oleh Allah [‘Aqiidatu Ashhaabil-Hadiits, hal. 102]. Diriwayatkan oleh Al-Haakim dgn sanad shahih dari Ahmad bin Sinaan Al-Qaththaan, ia berkata : ليس في الدنيا مبتدع، إلا وهو يبغض أهل الحديث، فإذا ابتدع الرجل نزعت حلاوة الحديث من قلبه
Tidaklah ada seorang mubtadi’-pun di dunia ni kecuali ia membenci Ahlul-Hadits. Apabila seseorang berbuat bid’ah, maka dicabut kenikmatan hadits dari dadanya [idem, hal. 103]. Abu Nashr Al-Faqiih berkata : ليس شيء أثقل على أهل الإلحاد ولا أبغض إليهم من سماع الحديث، وروايته بإسناده
Tidak ada sesuatupun yg lebih berat dan dibenci bagi seorang atheis (ahlul-ilhaad) daripada mendengarkan hadits dibandingkan mendengarkan hadits dan meriwayatkan sanadnya[idem, hal 104]. Abu ‘Utsman Ash-Shabuniy jg berkata : أنا: رأيت أهل البدع في هذه الأسماء التي لقبوا بها أهل السنة سلكوا فيها مسلك المشركين مع رسول الله صلى الله عليه وسلم، فإنهم اقتسموا القول فيه، فسماه بعضهم ساحرا وبعضهم كاهنا، وبعضهم شاعرا، وبعضهم مجنونا، وبعضهم مفتونا، وبعضهم مفتريا مختلفا كذابا، وكان الني صلى الله عليه وسلم من تلك المعائب بعيدا بريئا، ولم يكن إلا رسولا مصطفى نبيا، قال الله عز وجل: (أنظر كيف ضربوا لك الأمثال فضلوا فلا يستطيعون سبيلا). كذلك المبتدعة خذلهم الله اقتسموا القول في حملة أخباره، ونقلة آثاره ورواة أحاديثه المقتدين به المهتدين بسنته، فسماهم بعضها حشوية، وبعضهم مشبهة،..... وأصحاب الحديث عصابة من هذه المعايب بريئة زكية نقية، وليسوا إلا أهل السنة المضية والسيرة المرضية والسبل السوية والحجج البالغة القوية، قد وفقهم الله جل جلاله لا تباع كتابه ووحيه وخطابه، والاقتداء برسوله صلى الله عليه وسلم في أخباره وأعانهم على التمسك بسيرته والاهتداء بملازمة سنته، وشرح صدورهم لمحبته، ومحبة أئمة شريعته، وعلماء أمته، ومن أحب قوما فهو معهم يوم القيامة
Aku melihat ahlul-bid’ah dlm nama-nama yg mereka sematkan kepada Ahlus-Sunnah adlh mengikuti jejak kaum musyrikin dlm bersikap kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka terbagi-bagi dlm menamai beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka menamai beliau sebagai penyihir, dukun, penyair, orang gila, orang yg terfitnah, ataupun pendusta. Allah ‘azza wa jalla telah berfirman : انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الأمْثَالَ فَضَلُّوا فَلا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلا
Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tak dpt lagi menemukan jalan (yang benar) (QS. Al-Israa’ : 48). Demikian pula para mubtadi’ - semoga Allah menghinakan mereka - yg terbagi-bagi dlm menamai para pembawa khabar dan atsar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta para perawi hadits Nabi yg senantiasa mengikuti dan berpetunjuk dgn sunnahnya. Di antara mereka ada yg menamainya hasyawiyyah, musyabbihah, ...... Dan Ashhaabul-Hadiits senantiasa terjaga, berlepas diri, dan suci dari ‘aib-aib yg mereka sematkan itu. Mereka tak lain adlh Ahlus-Sunnah yg terang-benderang, orang-orang yg riwayat hidupnya diridlai, jalannya lurus, serta hujjah-hujjahnya kuat. Allah ‘azza wa jalla telah memberikan taufiq-Nya kepada mereka untk senantiasa mengikuti Kitab-Nya, wahyu-wahyu-Nya, dan perintah-perintah-Nya. Serta agar ber-qudwah kepada Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dlm hadits-haditsnya. Dan Allah ‘azza wa jalla juga telah menolong mereka dlm berpegang tegus dgn sirah Nabi-Nya, dan berkomitmen dgn sunnahnya. Dia telah melapangkan dada-dada mereka untk mencintai para imam syari’atnya dan para ulama umatnya. Barangsiapa yg mencintai suatu kaum, maka ia (dibangkitkan) bersama mereka pd hari kiamat.... [selesai dgn peringkasan - ‘Aqiidatu Ashhaabil-Hadiits, hal. 105]. c. Berlindung dan Meminta Tolong kepada Penguasa untk Memusuhi/Memerangi Ahlus-Sunnah Dikarenakan lemahnya hujjah dan kekuatan Ahlul-Bid’ah serta sedikitnya tipu daya, maka mereka pun meminta bantuan kepada penguasa untk menolong dakwah mereka; yg dgn hal itu terdapat satu pemaksaan dan ancaman karena rasa takut kepada penguasa akibat hukuman yg mungkin diberikan berupa pemenjaraan, pukulan, ataupun pembunuhan. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh Bisyr Al-Marisiy pd masa berkuasanya Khalifah Al-Makmun dan Ahmad bin Abi Duad pd masa Khalifah Al-Waatsiq. Mereka membuat madzhab-madzhab yg tak dikenal dlm syari’at bagi manusia. Manusia dipaksa mengikuti mereka baik dlm keadaan tunduk ataupun terpaksa, hingga kebid’ahan mereka menyebar rata dan kokoh dlm jangka waktu yg lama pd umat. Mubtadi’, jika dakwah mereka tak diterima, maka mereka merapat kepada penguasa agar lebih memungkinkan diterima oleh umat. Oleh sebab itu, kebanyakan orang yg bergabung dgn mereka karena keadaan jiwa mereka yg lemah [silakan merujuk pd Al-I’tishaam oleh Asy-Syaathibi 1/220]. Tidaklah asing bagi kita berbagai cobaan yg telah menimpa para Imam Ahlus-Sunnah : Ahmad bin Hanbal, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab, serta seluruh pembela kebenaran di tiap waktu dan tempat. Telah berkata Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullaahu ta’ala : ألا ترى أحوال المبتدعة في زمان التابعين، وفيما بعد ذلك ؟، تلبسوا بالسلاطين، ولاذوا بأهل الدنيا، ومن لم يقدر على ذلك استخفى ببدعته، وهرب بها عن مخالطة الجمهور، وعمل بأعمالها على التقية.
Tidakkah engkau lihat keadaan para ahli bid’ah pd jaman tabi’in dan setelahnya ? Mereka bercampur dgn penguasa dan berlindung kepada orang-orang yg berharta (ahlud-dun-yaa). Siapa saja dari kalangan mereka yg tak mampu melakukan itu, maka mereka bersembunyi dgn bid’ah mereka dan menjauhi interaksi dgn manusia di sekelilingnya. Mereka beramal dgn amal bid’ah mereka itu melalui senjata taqiyyah (agar selamat dari cercaan dan serangan manusia) [selesai dgn peringkasan - Al-I’tishaam 1/167]. d. Bersungguh-Sungguh dan Berlebih-Lebihan dlm Beribadah Para ahlul-bid’ah menambah kesungguhan mereka dlm beribadah untk mendapatkan ta’dhiim (pengagungan) di dunia, baik berupa kedudukan, harta, / yg lainnya dari macam-macam syahwat keduniaan. Tidakkah kalian lihat para pendeta terputus dari segala macam kenikmatan, tenggelam dlm peribadahan, serta menahan diri dari segala macam bentuk syahwat; tapi bersamaan dgn itu mereka telah di-nash-kan berada kekal di kerak neraka Jahannam ? Allah ta’ala telah berfirman : وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ * عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ * تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
Banyak muka pd hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yg sangat panas (neraka) [QS. Al-Ghaasyiyah : 2-4]. قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yg paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yg telah sia-sia perbuatannya dlm kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya [QS. Al-Kahfi : 103-104]. Hal itu tak lain disebabkan oleh perasaan ringan yg mereka dapatkan ketika ber-iltizam untuk ibadah; dan rasa giat yg masuk dlm diri mereka. Mereka menganggap mudah hal yg susah dgn sebab apa hawa nafsu yg telah masuk dlm jiwa mereka. Apabila nampak oleh seorang mubtadi’ suatu kewajiban, ia pun memandangnya dgn penuh rasa cinta. Maka, apa yg kemudian menjadi penghalang baginya untk berpegang teguh dengannya dan menambah semangat untk menjalankannya ? Ia melihat bahwa apa yg dilakukannya itu lebih utama dibandingkan amal-amal selainnya, serta keyakinannya yg lebih kuat dan lebih tinggi. كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُDemikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yg dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yg dikehendaki-Nya (QS. Al-Mudatstsir : 31) [selesai dgn peringkasan - Al-I’tishaam 1/165].Tanbih/Peringatan : Telah terfitnah sebagian orang oleh ahlul-bid’ah karena mereka melihat apa yg ada pd ahlul-bid’ah tersebut sikap zuhud, khusyu’, mudah menangis, / yg lainnya dari banyaknya ibadah yg mereka lakukan. Tapi hal tersebut bukanlah satu ukuran yg benar untk mengetahui al-haq (kebenaran). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para shahabatnya ketika mensifati ahlul-bid’ah : يُحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ فِي صَلَاتِهِ وَصَيَامَهُ فِي صَيَامِهِ...
Salah seorang diantara kamu akan menganggap remeh ibadahnya dibanding ibadah mereka (ahlul-bid’ah) dan puasanya dibanding puasa mereka... [telah lewat takhrij-nya]. Diriwayatkan dari Al-Auza’iy bahwasannya ia berkata : بلغني أن من ابتدع بدعة ضلالة آلفه الشيطان العبادة، أو ألقى عليه الخشوع والبكاء، كي يصطاد به
Telah sampai kepadaku bahwa barangsiapa mengada-adakan satu bid’ah yg sesat, maka setan akan membuatnya cinta untk beribadah / meletakkan rasa khusyu’ dan mudah untk menangis agar ia dpat memburunya. Adapun tanda-tanda Ahlus-Sunnah yg paling jelas adlh sebagaimana yg dikatakan oleh Abu ‘Utsmaan Ash-Shaabuuniy rahimahullah: إحدي علامات أهل السنة حبهن لأئمة السنة وعلمائها وأنصارها وأوليائها، وبغضهم لأئمة البدع الذين يدعون إلى النار، ويدلون أصحابهم على دار البوار، وقد زين الله سبحانه قلوب أهل السنة ونورها بحب علماء السنة فضلاً منه جل جلاله
Salah satu tanda Ahlus-Sunnah adlh kecintaan mereka kepada para imam Ahlus-Sunnah, ulama-ulamanya, penolong-penolongnya, dan wali-walinya; serta kebencian mereka terhadap para imam Ahlul-Bida’ yg mengajak kepada neraka dan menjerumuskan teman-temannya ke dlm Jahannam. Allah subhaanahu wa ta’ala telah menghiasi hati-hati Ahlus-Sunnah dan meneranginya dgn kecintaan terhadap ulama Ahlus-Sunnah sebagai karunia dari-Nya jalla jalaaluh. Pernah dikatakan kepada Abu Bakr bin ‘Ayyaasy rahimahumallah : Siapakah sunniy itu ?. Ia menjawab : الذي إذا ذُكِرَت الأهواء لم يغضب لشيء منها
Orang yg apabila disebutkan hawa nafsu, ia tak marah karena sesuatu pun darinya. ****** Perlu disampaikan pula satu pembahasan yg masih ada kaitannya dgn masalah larangan bermajelis dgn pengikut hawa nafsu, yaitu hajr (pemboikotan). Ada tiga macam jenis hajr yang dijelaskan ulama, yaitu : 1. Hajr (dalam pandangan agama) untk menegakkan hak-hak Allah. Hajr jenis ni mencakup hajr terhadap perbuatan jelek dan hajr terhadap pelakunya baik ia seorang ahli bid’ah / ahli maksiat. Hajr ni ada dua bagian, yaitu : a) Hajr dgn cara menjauhinya / meninggalkannya; dlm arti : meninggalkan perbuatan-perbuatan jelek dan menjauhi kawan-kawan pergaulan yg buruk lagi memudlaratkan, kecuali jika terdapat manfaat dan maslahat yg lebih besar (jika bergaul dengannya). Allah ta’ala berfirman : وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
"Dan perbuatan dosa tinggalkanlah" [QS. Al-Mudatstsir : 5]. وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلا
Dan jauhilah mereka dgn cara yg baik [QS. Al-Muzammil : 10]. وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yg lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yg lalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). [QS. Al-An’am : 68]. وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dlm Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yg lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dgn mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dlm Jahanam [QS. An-Nisaa’ : 140]. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Dan orang yg berhijrah itu (al-muhaajir) adlh orang yg meninggalkan apa yg dilarang Allah [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 10 & 6484]. b) Hajr dengan pemberian sanksi hukuman. Perkara ni termasuk salah satu bentuk sanksi hukum syar’i yg dilakukan oleh seorang muslim terhadap ahli maksiat seperti ahlul-bida’, dgn maksud pembinaan yg sesuai dgn kriteria-kriteria syar’i untuk melakukan hajr sehingga ia bertaubat dan kembali ke jalan yg benar. Bagian inilah yg mendapat porsi besar dlm pembahasan ulama. Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah mempunyai bahasan yg menarik terkait dgn hajr terhadap orang kafir, ahlul-bida’, dan orang fasiq. Beliau berkata : (قال الطبري: قصة كعب بن مالك أصل في هجران أهل المعاصي، وقد استشكل كون هجران الفاسق أو المبتدع مشروعًا ولا يشرع هجران الكافر، وهو أشد جرمًا منهما لكونهم من أهل التوحيد في الجملة. وأجاب ابن بطال: بأن لله أحكامًا فيها مصالح للعباد وهو أعلم بشأنها وعليهم التسليم لأمره فيها، فجنح إلى أنه تعبد لا يعقل معناه. وأجاب غيره: بأن الهجران على مرتبتين: الهجران بالقلب، والهجران باللسان، فهجران الكافر بالقلب وبترك التودد والتعاون والتناصر لاسيما إذا كان حربيًا، وإنما لم يشرع هجرانه بالكلام لعدم ارتداعه بذلك عن كفره، بخلاف العاصي المسلم فإنه ينزجر بذلك غالبًا، ويشترك كل من الكافر والعاصي في مشروعية مكالمته بالدعاء إلى الطاعة والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وإنما المشروع ترك المكالمة بالموادة ونحوها)
Telah berkata Ath-Thabariy : ’Kisah Ka’ab bin Malik radliyallaahu ’anhu merupakan acuan utama di dlm hajr (pengucilan) pelaku maksiat. Ada sedikit permasalahan yg menyangkut hajr syar’iy terhadap orang fasiq dan mubtadi’/pelaku bid’ah. Hal itu disebabkan karena hajr tidaklah diterapkan pd orang kafir, padahal ia lebih rusak daripada keduanya (orang fasiq dan mubtadi’) yg mana keduanya masih dlm katagori ahli tauhid secara umum’. Maka hal itu dijawab oleh Ibnu Baththal : ’Sesungguhnya Allah memiliki hukum-hukum yg mengandung beberapa maslahat bagi hamba-hamba-Nya dan Dia Maha Mengetahui tentang hukum-hukum-Nya. Oleh karena itu, wajib atas hamba-hamba-Nya untk tunduk di hadapan perintah-Nya, sehingga Dia banyak mensyari’atkan banyak ibadah yg tak dpt dipahami oleh akal (maksud Ibnu Baththal adlh kita wajib taslim tentang pensyariatan hajr terhadap orang fasiq dan mubtadi’ tanpa termasuk orang kafir, karena segala hikmah pensyariatan hanya Allah lah yg tahu. Allah tak mungkin dhalim terhadap hamba-Nya - Abul-Jauzaa’) ’. Ulama lain menjawab : ’Bahwa hajr itu sendiri mempunyai dua derajat : Hajr dgn hati dan Hajr dgn lisan. Hajr terhadap orang kafir adlh dgn hati dgn cara tak berkasih sayang kepada mereka, tak saling tolong-menolong dan bekerja sama dgn mereka. Terlebih lagi bila orang-orang kafir tersebut adlh kafir harbi. Tidak disyariatkan meng-hajr mereka dgn perkataan lantaran hal itu tak bisa melepaskannya dari kekafirannya. Berbeda halnya dgn ahli maksiat muslim yg tak disyari’atkan berbicara kepadanya (ketika meng-hajr-nya), kecuali dgn cara mendoakannya supaya kembali kepada ketaatan, menyuruhnya berbuat ma’ruf dan melarangnya berbuat munkar. Dan disyari’atkan untk tak berbicara kepadanya dgn rasa kasih sayang dan yg sejenisnya [selesai perkataan Ibnu Hajar - lihat Fathul-Bari 10/497]. 2. Hajr untuk memperbaiki perkara duniawi, yaitu hajr yg berkaitan hak seseorang. Di sinilah hajr tak boleh dilakukan melebihi tiga hari sebagaimana terdapat dlm hadits yg dibawakan oleh Anas bin Malik radliyallaahu ’anhu secara marfuu’: لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Janganlah kalian saling membenci, jangan saling hasad, dan jangan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yg bersaudara. Dan tidaklah halal bagi seorang muslim untk menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6065 & 6076 dan Muslim no. 2558]. Larangan meng-hajr seseorang lebih dari tiga hari yg disebabkan karena sikap peremehan hak-hak pergaulan dan pershahabatan. Bukan dlm urusan agama, karena meng-hajr para pengikut hawa nafsu dan ahlul-bida’ berlangsung terus-menerus hingga ia bertaubat / ada kemaslahatan lain yg lebih besar. Di sini kemudian timbul cabang pembahasan hajr suami kepada istrinya. Hajr dlm pengertian ni secara isthilahy adlh : Seorang suami tak menggauli istrinya, tak mengajaknya berbicara, tak mengadakan hubungan / kerjasama apapun dengannya [lihat Al-Ifshah li Ibni Hubairah 2/143]. Allah berfirman : وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
Dan pisahkan mereka di tempat tidur [QS. An-Nisaa’ : 34]. Bentuk-bentuk hajr terkait hubungan suami istri : a) Hajr dgn ucapan.Hajr jenis ni adlh bahwa suami tak memperdulikan segala bentuk ucapan istri kepadanya. Para ulama sepakat bahwa hajr diperbolehkan selama kurang dari 3 hari. Tapi mereka berbeda pendapat waktu hajr jika melebihi 3 hari. Akan diberikan keterangannya di bawah. b) Hajr dgn perbuatan.Hajr dgn perbuatan adlh dgn tak tidak menggaulinya, tak tidur dengannya, dan seterusnya. Masa hajr terkait hubungan suami istri : a) Hajr dengan ucapanHajr dgn ucapan tak boleh dilakukan lebih dari tiga hari menurut jumhur ulama berdasarkan hadits yg telah disebutkan. Sebagian ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa boleh hajr lebih dari tiga hari selama tujuannya adlh memberi hukuman dan sang istri tetap bertahan dgn nusyuz-nya. Mereka berdalil dgn tindakan Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam yg mendiamkan tiga orang shahabat yg tak mengikuti perang Tabuk lebih dari 3 hari. b) Hajr dgn perbuatanHajr dgn memisahkan tempat tidur, baik dgn menahannya (menjauhinya) / menolaknya baik siang ataupun malam adlh tak ditentukan masanya. Maksudnya, seorang suami boleh menghukum istri dgn cara meng-hajr selama waktu yg diinginkan sampai istrinya sadar. Ini merupakan pendapat jumhur ulama termasuk madzhab Hanafiyyah, Syafi’yyah, dan Hanabilah. Mereka berdalil bahwa ayat yg menyebutkan masalah hajr adlh bersifat mutlak dan tak terbatas dgn waktu. Pada dasarnya, sesuatu yg mutlak tetap bersifat mutlak hingga ada dalil lain yg membatasinya. Sebagian ulama lain membatasi masa hajr maksimal selama empat bulan dgn mengqiyaskan pd masalah Ila’. Akan tetapi qiyas ni tak diterima karena hajr yg diterapkan karena nusyuz ni adlh karena pembangkangan istri kepada suami, sedangkan Ila’ bisa terjadi bukan karena pembangkangan istri. Buktinya, Ila’ hanya dibenarkan tak lebih dari empat bulan, karena selebihnya merupakan kedhaliman terhadap istri. Selain itu, Ila’ berlaku karena adanya sumpah, sedangkan hajr tidaklah seperti itu. [bisa melihat referensi pembahasan ni dlm Fiqhus-Sunnah lin-Nisaa’ oleh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Jami’ li-Ahkaamin-Nisaa’ oleh Musthafa Al-’Adawy, dan An-Nusyuz oleh Shalih bin Ghanim As-Sadlan]. 3. Hajr dlm pandangan hukum ta’zir bagi para pelanggar hukum syar’i. Dalam pembahasan fuqahaa, maka ia dibahas dlm Bab : At-Ta’ziir - sebagaimana banyak terdapat dlm buku-buku fiqh. Bersambung, insya Allah. [Perum Ciomas Indah Bukit Asri, Sabtu, 11-04-2015 - Abul-Jauzaa’ - Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad, syarh dan tahqiiq Al-Waliid bin Muhammad Nabiih, hal. 33-37, Maktabah Ibni Taimiyyah, Cet. 1/1416, Kairo, dgn beberapa referensi lain sebagai tambahan penjelasan].Silakan baca pembahasan sebelumnya :Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (1) - Pendahuluan & Berpegang pd Manhaj ShahabatUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (2) - Berpegang pd Manhaj ShahabatUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (3) - Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (4) - Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (5) - Larangan Bermajelis dgn Ahlul-Ahwaa’
other source : http://reddit.com, http://abul-jauzaa.blogspot.com, http://hipwee.com
0 Response to "Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (6) - tanda Ahlul-Bid’ah - Syi'ah"
Post a Comment