This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

CERITA CINTA SEORANG SUAMI

hotsvidz.blogspot.com - Aku membencinya, Itulah yg selalu kubisikkan dlm hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, Aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, Membuatku membenci suamiku sendiri. Walaupun menikah terpaksa, Aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, Setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, Suamiku adlh sosok suami sempurna untk putri satu-satunya mereka. Ketika menikah, Aku menjadi istri yg teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku jg memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yg ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dgn menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, Akulah ratunya. Tak ada seorangpun yg berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, Aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yg basah yg diletakkan di tempat tidur, Aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, Aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, Aku jg marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dgn rapi, Aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dgn teman-temanku.

Tadinya aku memilih untk tak punya anak. Meskipun tak bekerja, Tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dgn pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dlm sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, Dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yg sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami. Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yg ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, Aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, Dialah yg menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, Ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dgn anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yg mengingatkan peristiwa tahun
sebelumnya, Saat itu aku memilih ke mal dan tak hadir di acara ibu.

Yaah, Karena merasa terjebak dgn perkimpoianku, Aku jg membenci kedua orangtuaku. Sebelum ke kantor, Biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, Ia jg memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dgn ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu Seakan-akan berat untk pergi.

Ketika mereka pergi, Akupun memutuskan untk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adlh hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yg tak kusukai. Kami mengobrol dgn asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon. Tapi betapa terkejutnya aku, Ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dlm tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yg terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan. Aku menelepon suamiku dan bertanya,
Maaf sayang, Kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, Kalau tak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.
Katanya menjelaskan dgn lembut. Dengan marah, Aku mengomelinya dgn kasar. Kututup telepon tanpa
menunggunya selesai bicara.

Tak lama kemudian, Handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, Akupun mengangkatnya dgn setengah membentak. Apalagi??
Sayang, Aku pulang sekarang, Aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana? tanya suamiku cepat , Kuatir Aku menutup telepon kembali.
Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, Aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dgn kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yg sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi.

Tapi rasa malu karena musuhku jg ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untk berhutang dulu. Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, Aku semakin tak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tak enak dan marah. Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, Terdengar suara asing
menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri,
Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?
Kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, Ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ni ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian.

Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dgn bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yg kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dgn sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas. Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana jg tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yg hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ni dialah yg melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, Serangan stroke-lah yg menyebabkan kematiannya.

Selesai mendengar kenyataan itu, Aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yg shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yg terpukul memelukku dgn erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis. Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, Aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yg tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dgn seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yg telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yg telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yg dulu selalu dihiasi senyum hangat.

Airmata merebak dimataku, Mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, Aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, Airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam masjid yg mengatur prosesi pemakaman tak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, Tapi dadaku sesak mengingat apa yg telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yg kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yg harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yg ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yg ia sukai dan tak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adlh penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, Karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan / belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Ia pun pulang larut malam tiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, Aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yg menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dgn rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dgn sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya. Hari-hari yg kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yg selama ni kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dlm keinginan untk bersamanya.

Di hari-hari awal kepergiannya, Aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yg kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yg datang, Aku berjongkok menangis di dlm kamar mandi berharap ia yg datang. Kebiasaanku yg meneleponnya tiap kali aku tak bisa melakukan sesuatu di
rumah, Membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku.
Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dgn sosoknya di sebelahku. Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, Tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, Tetapi
kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, Sekarang aku memandangi komputer, Mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih
tertinggal di sana. Dulu aku paling tak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, Sekarang bekasnya yg tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tak mau kuhapus. Remote televisi yg biasa disembunyikannya, Sekarang dgn mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dgn kehilangan remote.

Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya. Aku jg marah pd diriku sendiri, Aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yg membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yg membujukku agar tenang, Tak ada lagi yg mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dgn ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, Meminta maaf pd Allah karena menyia-nyiakan suami yg dianugerahi padaku, Meminta ampun karena telah menjadi istri yg tak baik pd suami yg begitu sempurna. Sholatlah yg mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dgn begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yg selama ni kubela-belakan, Hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, Keluarga mengingatkanku untk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yg menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ni aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ni aku tak pernah peduli, yg kupedulikan hanya jumlah rupiah yg ia transfer ke rekeningku untk kupakai untk keperluan pribadi dan tiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, Aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, Ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja / anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana ? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, Ia menyertai ibunya dlm surat tersebut tapi yg membuatku tak mampu berkata apapun adlh isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang, Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu. Maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yg terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adlh hal terbaik yg pernah kulakukan untukmu. Seandainya aku bisa, Aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ni aku telah menabung sedikit demi sedikit untk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yg bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yg terbaik untk mereka, Ya sayang. Jangan menangis, Sayangku yg manja. Lakukan banyak hal untk membuat hidupmu yg terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untk mewujudkan mimpi-mimpi yg tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yg lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, Putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yg baik seperti Ibu.
Dan Farhan, Ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yg bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke!

Aku terisak membaca surat itu, Ada gambar kartun dgn kacamata yg diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note. Notaris memberitahu bahwa selama ni suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pd kami, Sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dgn cinta. Aku tak pernah berpikir untk menikah lagi. Banyaknya lelaki yg hadir tak mampu menghapus sosoknya yg masih begitu hidup di dlm hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untk anak- anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, Tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikah dgn seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya,
Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?
Aku merangkulnya sambil berkata,
Cinta sayang, cintailah suamimu, Cintailah pilihan hatimu, Cintailah apa yg ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, Kau akan belajar menyenangkan hatinya, Akan belajar menerima kekurangannya, Akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, Kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.
Putriku menatapku,
Aeperti cinta ibu untk ayah ? Cinta itukah yg membuat ibu tetap setia pd ayah sampai sekarang?
Aku menggeleng,
Bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, Seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pd ayah karena cinta ayah yg begitu besar pd ibu dan kalian berdua.

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pd suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untk membencinya, Tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, Tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yg begitu tulus.

source : http://news.detik.com, http://kismiwati.blogspot.com, http://detik.com

0 Response to "CERITA CINTA SEORANG SUAMI"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *