This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[Lowongan Dosen dan Pegawai] GUS DUR ITU SEPERTI SEMAR


hotsvidz.blogspot.com - Dalam dunia pewayangan, sosok Semar / Sang Hyang Ismaya bukanlah sosok yg asing bagi kebanyakan kita. Ia seringkali disebut sosok yg samar, sebab wujud lahiriyahnya seperti orang pd umumnya, tapi batiniyahnya mulia ibarat semulia dewa (malaikat). Ia digambarkan sebagai seorang abdi (jawa: batur) yg kinasih, tapi tak ada seorang pun dari Pandawa, sang bendharanya (tuan-tuannya) yg berani memanggilnya sebagai abdi, bahkan mereka tak berani menerima salam penghormatan darinya, sebaliknya merekalah yg senantiasa memberikan salam penghormatan kepadanya dan seringkali mereka meminta masukan dan nasehat untk berbagai permasalahan yg menimpa mereka. Pada konteks inilah kita diajarkan melalui wayang Semar untk tak terbiasa melihat segala sesuatu melalui wujud lahiriyah semata, tapi kita diharapkan untk selalu waspada terhadap tiap kenyataan hidup serta sikap kita terhadap kenyataan itu.
GUS DUR ITU SEPERTI SEMAR
GUS DUR ITU SEPERTI SEMAR
Selain itu, Semar -walaupun seorang abdi- senantiasa memposisikan diri sebagai pamomong, / orang tua bagi keluarga Pandawa. Ia adlh seorang ayah dlm arti sebenarnya, tegas tapi kasih sayangnya sangat besar. Satu hal penting yg tak boleh dilupakan, bahwa ia merupakan seorang ayah yg selalu melemparkan buah yg belum dikupas kepada Pandawa. Maksudnya, ia senantiasa memberikan pengajaran berupa simbol-simbol yg tak secara tegas menyatakan suatu maksud tertentu, dgn maksud agar Pandawa belajar ngonceki (mengupas) kulitnya -ucapan lahiriyah- agar mendapatkan isi / maksud sejatinya. Dalam berbagai lakon pewayangan, tiap permasalahan yg dihadapi Pandwa tak begitu saja diselesaikan oleh Semar, bahkan dlm ke-tahu-annya itu ia seolah-olah tak tahu, ia tetap lugu, apa adanya, bahkan terkesan slengekan, tapi pd akhirnya ketika Pandawa benar-benar tak mampu memecahkan permasalahan yg mereka hadapi, Semar pun tampil ke depan dan menyelesaikannya secara tuntas. Di akhir cerita seringkali ia memberikan petuah-petuah penting mengenai berbagai hal yg berkaitan dgn permasalahan yg baru saja mereka hadapi itu agar senantiasa bijaksana, waspada, wening, sumeleh, tak mudah terpengaruh, dan tawakal kepada Gusti Pengeran.
Semar sebagai seorang abdi, pamomong, kyai, dan sufi (penasehat spiritual) adlh sebuah sosok yg harus dibaca secara utuh dlm pewayangan. Penonton tak akan mendapatkan pelajaran sesungguhnya dari sosok ni apabila tak ngonceki sikap dan pernyataan lahiriyahnya. Sebab semula ia adlh putih telur yg tersembunyi di balik cangkangnya, yg berarti eksistensi sejatinya adlh sebuah hakikat / pengetahuan yg tersembunyi di balik syariat, sehingga untk mengetahui kesejatiannya harus di-konceki terlebih dahulu. Inilah sekilas tentang sosok Semar dan yg penting sekaligus perlu diketahui darinya.
Kemudian mengenai sosok seorang Abdurrahman al-Dahil, / Abdurrahman Wahid / yg lebih dikenal dgn Gus Dur, sedikit banyak menggunakan simbol perwatakan Semar untk menjelaskan berbagai hasil pemikiran, pernyataan dan petuah-petuahnya. Sebagai seorang abdi, pengabdian Gus Dur kepada bangsa tak akan pernah dpt dilupakan, dan orang mana yg secara ilmiah berani membuat kesimpulan yg meragukan pengabdian beliau tersebut. Walau dlm beberapa kesempatan pernyataan beliau seringkali mengundang kontroversi, tapi posisi beliau sebagai seorang abdi bangsa tak dpt dilengserkan begitu saja bahkan hingga akhir hayatnya.

Pengabdian Gus Dur kepada bangsa Indonesia menurut penulis seperti pengabdian Semar kepada Pandawa. Tentunya perlu dipertegas bahwa maksud abdi di sini tak identik dgn abdi batur, pembantu, / hamba sahaya tapi maksudnya pemimpin / penguasa yg senantiasa bersikap sebagai abdi bagi rakyatnya, dlm hal ni ia telah memposisikan rakyat sebagai tuan dan penguasa bagi dirinya, sedangkan ia sendiri memposisikan sebagai abdi kinasih yg selalu mengasihi. Demikian pula dgn Gus Dur, beliau senantiasa bersedia turun sampai bawah, berbaur dgn masyarakat, membawa semangat kebersamaan, kebaikan, dan menjadikan agama sebagai dasar untk berbuat kebajikan. Sikap beliau yg inklusif dan tak ekslusif, terbuka dan tak tertutup, merangkul dan tak menendang, mencium dan tak meludah, secara tegas merupakan sikap seorang abdi kinasih yg mengasihi dan selalu mengasihi. Beliau mengajarkan dasar-dasar spiritualitas dlm beragama. Dengan menggunakan model pewayangan Semar inilah dasar pendidikan akhlak dan nilai-nilai tasawuf terbentuk sebagai sebuah semangat untk merealisasikan cita-cita kenabian Muhammad saw yakni menyempurnakan akhlak.
Inklusifitas Gus Dur dgn demikian dpt dijelaskan dlm dua hal, pertama sebagai sikap santun, toleran dan terbuka dlm menjalankan aktifitas dakwah islamiyah yg secara umum mencakup berbagai sisi kehidupan manusia maupun pembangunan spiritual mereka, dan kedua, merupakan pintu gerbang dlm menyelami hakikat dan makrifat dari pengetahuan-pengetahuan spiritual yg secara mendasar hanya dpt dimasuki apabila seorang hamba / seorang yg religius itu mampu membangun sikap terbuka, sumeleh, tawadhu’ dan rumongso terhadap kemungkinan-kemungkinan terbaik dlm pemahaman spiritual di alam pengetahuan kemanusiaan yg serba terbatas ini. Untuk itu, pd posisi berdiri kita dlm melihat wajah Gus Dur ini, inklusifitas tak boleh hanya diartikan sebagai suatu kewajaran hubungan kemanusiaan / tuntutan dasar dlm interaksi sosial, tapi lebih dari itu merupakan sikap pembelajaran dan latihan bagi diri untk mendapatkan kewajaran manusiawi, artinya kewajaran hidup sebagai manusia yg wajar, sehingga dilihat dari sudut pandang sufisme ia dpt dianggap sebagai sufi yg wajar, yg tak kehilangan atribut kemanusiaannya, tak menentang realitas ke-fana-an tapi di sisi lain secara tegas bersedia secara totalitas hidup dlm alam yg terlepas dari keterkaitan dan ketergantungan kepada makhluk.
Menjadi manusia yg sepenuhnya berspiritual tanpa menghilangkan posisi kemanusiaannya -tidak seperti al-Hallaj yg meleburkan sisi kemanusiaannya- itulah dasar kesejatian tasawuf. Sebab tasawuf menuntut dua hal, pertama membangun kebaikan dan rahmat bagi seluruh alam semesta, kedua, menjadikan fungsi pertama tersebut sebagai dasar membangun kebijaksanaan guna memahami ayat-ayat Tuhan. Rangkaian hubungan ni tentunya akan dpt terangkai sempurna apabila didasari pd usaha memahami diri sendiri, makhluk, dan Khalik. Inilah salah satu maksud ajaran spiritual kanjeng Rasul yg menjelaskan, barangsiapa makrifat terhadap diri sendiri, maka ia akan makrifat terhadap Rabb-nya. Karena itu mengawali langkah bertasawuf dgn menjadi diri sendiri secara apa adanya merupakan bagian penting yg tak dpt disepelekan begitu saja.
Dalam kehidupannnya, secara tersirat Gus Dur telah mengajarkan bagaimana posisi abdikinasih itu penting dan strategis, karena abdi perlu memiliki mental berani bertindak dan berani menata. Secara tegas perlu memberikan masukan, kritik, dan secara cepat pula segera melakukan rekonstruksi. Dalam hal ni Gus Dur seperti Semar yg disebut Tuti Sumukti sebagai lambang kebijaksanaan, maksudnya beliau sama seperti Semar tak pernah menggunakan senjata amarah, dan dlm usahanya membuat bangsa Indonesia stabil dari kekacauan yg mengganggu keseimbangan, Gus Dur mengikuti jalannya hukum alam dan mengatur kembali keadaan bangsa dgn berusaha mengusahakan agar rakyat menyesuaikan diri pd keadaan lingkungannya. Inilah kewajiban Gus Dur dlm posisinya sebagai seorang sufi yg memiliki tugas dan kewajiban.
Selain sebagai seorang abdi, posisi Gus Dur yg mirip dgn Semar adlh sebagai pamomong. Dalam kaitan ni kehidupan Gus Dur seringkali dipandang unik tapi seringkali kontroversial. Beliau dikenal sebagai pemomong seluruh umat manusia tanpa memandang suku, ras apalagi agama. Barangkali kyai yg sering keluar masuk gereja untk memberikan petuah adlh beliau itu, dan barangkali pula satu-satunya pemimpin Indonesia yg punya komitmen tegas untk membangun hubungan diplomatik dgn Israel -yang dikenal sebagai negara biadab- jg beliau itu. Demikianlah sikap beliau yg dianggap nyleneh dan kontroversial, tapi sejauh mana terlihat ternyata semua sikap dan keputusan tersebut dilandasi dgn semangat untk ngemong, merangkul seluruh pihak agar anyes hatinya, tak saling bertikai apalagi meributkan kepercayaan masing-masing.
Sebagai seorang kyai, nama Dur tak akan lengkap tanpa Gus, artinya tanpa menjadi kyai akan sangat sulit bagi beliau untk berkomunikasi apalagi memperkuat pengaruh di kalangan masyrakat Indonesia pd umumnya dan Nahdlatul Ulama pd khususnya. Sisi Gus-nya inilah yg menjadi wasilah timbulnya kekuatan pribadi beliau / setidaknya itu sebagai penunjuk bahwa beliau adlh keturunan kyai dan telah ‘diakui ke-kyai-annya. Statusnya ni terasa sangat berguna ketika beliau diangkat sebagai orang paling berkuasa di NU, dgn pertimbangan bahwa beliau putra dan cucu kyai besar yg merintis lahirnya NU. Tapi dilihat melalui kacamata pandang yg lebih luas, orang-orang secara tersirat seringkali memaknai panggilan gus ni tak hanya sebatas untk mengakui keulamaan beliau, tapi jg sebagai figur yg tetap menjaga identitas kejawaannya yg berarti beliau adlh seorang sufi Jawa yg jg menggunakan ajaran-ajaran para winasis jawa demi memperkuat kualitas spiritual yg menuntut terciptanya kemesraan antara hamba dgn Sang Pencipta.
Dalam beberapa tulisannya, secara tersirat Gus Dur menolak untk mempertentangkan antara tasawuf Sunni-Jawa dgn kebatinan/kejawen. Menurut beliau, sudah cukup banyak bukti -salah satunya kasus dakwah kontroversial Syekh Siti jenar- untk menjelaskan bahwa para ulama tradisionalis yg berbasis pd penekanan hidup ala sufi sebenarnya tak bertentangan dgn penganut kejawen. Berbeda mungkin iya, tapi tak sampai bertentangan. Dengan kata lain, menurut beliau tak ada pertentangan prinsipal antara kaum kejawen dgn kaum ulama tradisionalis yg menggunakan referensi fikih, dan tentunya semua itu membawa konsekuwensi dlm kehidupan sehari-hari di masyarakat Indonesia khususnya bagi pengembangan tradisi demokratisasi pancasila.

source : http://cnn.com, http://kompas.com

0 Response to "[Lowongan Dosen dan Pegawai] GUS DUR ITU SEPERTI SEMAR"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *