hotsvidz.blogspot.com - Pertanyaan:Bismillah.f="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1dxNeF4Rfev7tGxSKn80uUpMeyBjJp3pt5JhOLE5vWAo9XO4HKWoLHNlXDvYilAkXRt83pplQpt_R5k_j_BQL53Q8zqrsBku0MWGrJ8-jc7HpLmyY8VvIJWz9GTfPsGvtsF-UCSBPuFr2/s1600/selingkuh.jpg">
Pertanyaan:
Bismillah. Bagaimana sikap saya punya suami ikhwan tapi sering telfon sama wanita bukan mahrom dgn ucapan selayaknya orang kangen dlm waktu lama dan di hp ada nomer wanita-wanita utk hiburan, kalo saya tanya dia tak mau jujur. Untuk memenuhi kebutuhan istri sama anak seringnya ngangluh, sedangkan dia makan sama teman diluar sana merasa bangga. Apa saya harus diam karena saya sudah berusaha menasehati tapi dia malah marah. (Tri) Dijawab oleh Ustadz Abu Usamah Yahya: Bismillah, Kita ma’lumi bahwa tiap wanita shalihah pasti mendambakan pasangan hidup dari laki laki yg shalih, sehingga ia dpt membimbingnya dlm agama serta menuntunnya diatas jalan menuju surga Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab, suami adlh imam bagi rumah tangga, jika ia baik niscaya kondisi rumah tangga akan menjadi baik, tapi jika ia fasik maka akan terjadi ketimpangan agama dan akhlak pd keluarga tersebut. Dan tentunya wanita yg shalihah tak layak mendapat pemimpin yg seperti ini. Allah Ta’ala dlm Al Quran telah memerintahkan kita untk memilih pasangan hidup sesuai keadaan agama kita, baik itu pria maupun wanita, sebagaimana Firman-Nya,
Wanita-wanita yg keji adlh untk laki-laki yg keji, dan laki-laki yg keji adlh buat wanita-wanita yg keji (pula), dan wanita-wanita yg baik adlh untk laki-laki yg baik dan laki-laki yg baik adlh untk wanita-wanita yg baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yg dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yg mulia (surga). (an-Nur : 26)
Demikian jg Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kepada wali perempuan untk menikahkan putrinya kepada orang yg baik agamanya.
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Jika datang kepada kalian seorang (pelamar) yg kalian ridhai agamanya serta akhlaknya maka nikahkanlah ia(dengan putri kalian) jika tak kalian lakukan maka akan terjadi Fitnah(cobaan) di muka bumi dan kerusakan yg luas. [Riwayat at-Tirmidzi, Syeikh al-Albani rahimahullah mengatakan bahwa hadits ni hasan lighairihi ] Tapi bagaimana jika semua usaha telah dilakukan untk mendapat pasangan hidup yg baik, akan tetapi ternyata sang suami berubah di kemudian hari, ia menjadi pelaku maksiat, waliyaadzubillah , karena tak menutup kemungkinan hal yg demikian bisa terjadi kepada siapa saja, sebagaimana keyakinan dari ahlu sunnah bahwa iman seseorang terkadang naik dan turun dan manusia itu tak pernah lepas dari kesalahan dan dosa. Dalam keadaan demikian hendaklah sang istri melihat dgn terperinci dan bijaksana dosa-dosa yg dilakukan sang suami dgn rincian sebagai berikut :
Pertama : Jika suami melakukan dosa kecil ( artinya tak sampai ke derajat dosa besar yg mendapatkan ancaman neraka Allah ‘Azza wa Jalla ) maka hendaknya ia bersabar dgn menasihatinya dgn Al Qur’an dan As Sunnah sesuai kemampuan dgn cara yg baik ( tak seperti menggurui hingga terkesan membodohkan sang suami ), ditambah lagi dgn selalu berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberinya hidayah. Selain itu tak boleh baginya untk menceritakan hal tersebut kepada orang lain, karena ni merupakan aib suami. Kedua : Jika suami melakukan dosa besar ( dosa yg mendapat ancaman neraka / laknat dari Allah Ta’ala ) semisal minum khamer, zina dan sebagainya maka yg harus ditempuh sang istri :
- Tetap menasihatinya dgn cara yg baik dgn meminta suaminya untk segera bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tentunya senantiasa diiringi berdoa kepada Allah Ta’ala dgn khusyu’ dan ikhlash agar suaminya dpt kembali ke jalan yg lurus. - Jika dgn cara pertama tak berubah / bahkan terjadi keributan dan malah menjadi-jadi dlm berbuat maksiat maka hendaknya sang istri meminta bantuan pihak ketiga, yaitu orang tua suami / saudaranya yg ia segani. Diharapkan dgn ni akan berubah dgn sebab nasihat dari keluarga dan kerabat sendiri tanpa melibatkan orang lain yg bukan kerabat. Tapi jika ia tak mendapatkan orang yg bisa menasehatinya pd keluarganya, maka si istri boleh melibatkan orang lain yg dihormati suami dlm urusan agama. - Apabila suami tetap tak berubah maka sang istri hendaknya memperhatikan, yakni apabila dosa besar yg dilakukan suaminya tersebut adlh dosa yg sangat berpengaruh pd agama istri dan keluarga maka jalan yg terakhir adlh meminta cerai (khulu’), tapi tentunya dgn pertimbangan syar’I dan kesiapan mental yg matang. Tapi jika dosa itu hanya kembali pengaruhnya kepada suami saja maka hendaknya istri bersabar dan terus berusaha semampunya untk menasihati, walaupun boleh baginya meminta cerai. Sebab dlm hadits disebutkan,
عَنْ ثَوْبَانَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
Dari Tsauban radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ’Wanita mana saja yg meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i maka haram baginya bau surga.’ [Riwayat Abu Dawud no. 2228, at-Tirmidzi No. 1187. Hadis ni dishahihkan oleh al-Albani dlm ta’liq-nya]
- Tapi apabila dosa tersebut merupakan perbuatan syirik besar / kekufuran yg membatalkan islam dan suami tak mau bertobat dari perbuatan tersebut meskipun telah ditegakkan hujah atasnya, maka wajib bagi istri bercerai dgn suami. Hal ni sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Hai orang-orang yg beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yg beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yg telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pd tali (perkawinan) dgn perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yg telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yg telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yg ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [al-Mumtahanah: 10 ]
Nasehat untk kita semua terkhusus kepada sang suami dari penanya hendaklah merenungkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yg menerangkan bahwa suami adlh pemimpin keluarga maka hendaknya ia mengemban amanah ni dgn baik, karena ia akan ditanya tentang kepemimpinannya di hari kiamat. Dalam sebuah hadis disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, Aku mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ‘Setiap kalian pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang apa yg ia pimpin, dan imam (umaro’) adlh pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang rakyatnya, dan seorang laki laki adlh pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yg ia pimpin, dan seoarang perempuan di rumah suaminya adlh pemimpin dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yg ia pimpin...’ [Riwayat Bukhari No. 2751. Muslim No. 4828]
Juga hendaknya memperhatikan apa yg dikatakan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ketika beliau di Tanya tentang hukum surat menyurat dgn perempuan yg bukan mahramnya, beliau rahimahullahu berkata: Tidak boleh bagi seorang lelaki, siapapun dia, untk surat-menyurat dgn wanita ajnabiyah. Karena hal itu akan menimbulkan fitnah. Terkadang orang yg melakukan perbuatan demikian menyangka bahwa tak ada fitnah yg timbul. Akan tetapi syaithan terus menerus menyertainya, hingga membuatnya terpikat dgn si wanita dan si wanita terpikat dengannya.
Beliau rahimahullahu melanjutkan,
Dalam surat-menyurat antara pemuda dan pemudi ada fitnah dan bahaya yg besar, sehingga wajib untk menjauhi perbuatan tersebut, walaupun penanya mengatakan dlm surat menyurat tersebut tak ada kata-kata keji dan rayuan cinta. (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/898) Nasehat buat sang istri :
Hendaknya bersabar dgn sepenuh hati, mungkin Allah ‘Azza wa Jalla sedang menguji anda, jika anda bersabar mungkin bisa jadi ladang pahala buat anda in syaa Allah, serta ingatlah bahwa istri yg shalihah adlh istri yg dpt menyimpan rahasia suaminya. Kecuali jika keadaan memaksanya untk menceritakan kepada orang lain. Hal ni seperti yg dilakukan oleh shahabiyah Hindun yg mengadukan kebakhilan suaminya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua, hendaknya anda sebagai istri banyak berintrospeksi diri tentang kondisi agama anda sendiri serta ketaatannya kepada suami, karena bisa jadi perubahan dari suami belakangan ni pemicunya dari anda sendiri yg mungkin sudah berkurang keta’atannya dan sebagainya. Maka dari itu mungkin dgn saling bicara satu sama lain dgn hati yg lapang akan lebih menemukan solusi dlm rumah tangga.
Ketiga, jangan terburu-buru meminta khulu’ kecuali memang benar-benar ada mashlahat diniyyah dgn pertimbangan yg sesuai syari’at dan bimbingan ahli ilmu serta dgn kesiapan mental yg matang. Allahua’lam bish shawwaab, kami ikut mendo’akan semoga masalah keluarga anda segera membaik dan bisa menjadi keluarga idaman tiap muslim. Aamiin...

Pertanyaan:
Bismillah. Bagaimana sikap saya punya suami ikhwan tapi sering telfon sama wanita bukan mahrom dgn ucapan selayaknya orang kangen dlm waktu lama dan di hp ada nomer wanita-wanita utk hiburan, kalo saya tanya dia tak mau jujur. Untuk memenuhi kebutuhan istri sama anak seringnya ngangluh, sedangkan dia makan sama teman diluar sana merasa bangga. Apa saya harus diam karena saya sudah berusaha menasehati tapi dia malah marah. (Tri) Dijawab oleh Ustadz Abu Usamah Yahya: Bismillah, Kita ma’lumi bahwa tiap wanita shalihah pasti mendambakan pasangan hidup dari laki laki yg shalih, sehingga ia dpt membimbingnya dlm agama serta menuntunnya diatas jalan menuju surga Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab, suami adlh imam bagi rumah tangga, jika ia baik niscaya kondisi rumah tangga akan menjadi baik, tapi jika ia fasik maka akan terjadi ketimpangan agama dan akhlak pd keluarga tersebut. Dan tentunya wanita yg shalihah tak layak mendapat pemimpin yg seperti ini. Allah Ta’ala dlm Al Quran telah memerintahkan kita untk memilih pasangan hidup sesuai keadaan agama kita, baik itu pria maupun wanita, sebagaimana Firman-Nya,
Wanita-wanita yg keji adlh untk laki-laki yg keji, dan laki-laki yg keji adlh buat wanita-wanita yg keji (pula), dan wanita-wanita yg baik adlh untk laki-laki yg baik dan laki-laki yg baik adlh untk wanita-wanita yg baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yg dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yg mulia (surga). (an-Nur : 26)
Demikian jg Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kepada wali perempuan untk menikahkan putrinya kepada orang yg baik agamanya.
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Jika datang kepada kalian seorang (pelamar) yg kalian ridhai agamanya serta akhlaknya maka nikahkanlah ia(dengan putri kalian) jika tak kalian lakukan maka akan terjadi Fitnah(cobaan) di muka bumi dan kerusakan yg luas. [Riwayat at-Tirmidzi, Syeikh al-Albani rahimahullah mengatakan bahwa hadits ni hasan lighairihi ] Tapi bagaimana jika semua usaha telah dilakukan untk mendapat pasangan hidup yg baik, akan tetapi ternyata sang suami berubah di kemudian hari, ia menjadi pelaku maksiat, waliyaadzubillah , karena tak menutup kemungkinan hal yg demikian bisa terjadi kepada siapa saja, sebagaimana keyakinan dari ahlu sunnah bahwa iman seseorang terkadang naik dan turun dan manusia itu tak pernah lepas dari kesalahan dan dosa. Dalam keadaan demikian hendaklah sang istri melihat dgn terperinci dan bijaksana dosa-dosa yg dilakukan sang suami dgn rincian sebagai berikut :
Pertama : Jika suami melakukan dosa kecil ( artinya tak sampai ke derajat dosa besar yg mendapatkan ancaman neraka Allah ‘Azza wa Jalla ) maka hendaknya ia bersabar dgn menasihatinya dgn Al Qur’an dan As Sunnah sesuai kemampuan dgn cara yg baik ( tak seperti menggurui hingga terkesan membodohkan sang suami ), ditambah lagi dgn selalu berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberinya hidayah. Selain itu tak boleh baginya untk menceritakan hal tersebut kepada orang lain, karena ni merupakan aib suami. Kedua : Jika suami melakukan dosa besar ( dosa yg mendapat ancaman neraka / laknat dari Allah Ta’ala ) semisal minum khamer, zina dan sebagainya maka yg harus ditempuh sang istri :
- Tetap menasihatinya dgn cara yg baik dgn meminta suaminya untk segera bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tentunya senantiasa diiringi berdoa kepada Allah Ta’ala dgn khusyu’ dan ikhlash agar suaminya dpt kembali ke jalan yg lurus. - Jika dgn cara pertama tak berubah / bahkan terjadi keributan dan malah menjadi-jadi dlm berbuat maksiat maka hendaknya sang istri meminta bantuan pihak ketiga, yaitu orang tua suami / saudaranya yg ia segani. Diharapkan dgn ni akan berubah dgn sebab nasihat dari keluarga dan kerabat sendiri tanpa melibatkan orang lain yg bukan kerabat. Tapi jika ia tak mendapatkan orang yg bisa menasehatinya pd keluarganya, maka si istri boleh melibatkan orang lain yg dihormati suami dlm urusan agama. - Apabila suami tetap tak berubah maka sang istri hendaknya memperhatikan, yakni apabila dosa besar yg dilakukan suaminya tersebut adlh dosa yg sangat berpengaruh pd agama istri dan keluarga maka jalan yg terakhir adlh meminta cerai (khulu’), tapi tentunya dgn pertimbangan syar’I dan kesiapan mental yg matang. Tapi jika dosa itu hanya kembali pengaruhnya kepada suami saja maka hendaknya istri bersabar dan terus berusaha semampunya untk menasihati, walaupun boleh baginya meminta cerai. Sebab dlm hadits disebutkan,
عَنْ ثَوْبَانَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
Dari Tsauban radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ’Wanita mana saja yg meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i maka haram baginya bau surga.’ [Riwayat Abu Dawud no. 2228, at-Tirmidzi No. 1187. Hadis ni dishahihkan oleh al-Albani dlm ta’liq-nya]
- Tapi apabila dosa tersebut merupakan perbuatan syirik besar / kekufuran yg membatalkan islam dan suami tak mau bertobat dari perbuatan tersebut meskipun telah ditegakkan hujah atasnya, maka wajib bagi istri bercerai dgn suami. Hal ni sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Hai orang-orang yg beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yg beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yg telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pd tali (perkawinan) dgn perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yg telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yg telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yg ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [al-Mumtahanah: 10 ]
Nasehat untk kita semua terkhusus kepada sang suami dari penanya hendaklah merenungkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yg menerangkan bahwa suami adlh pemimpin keluarga maka hendaknya ia mengemban amanah ni dgn baik, karena ia akan ditanya tentang kepemimpinannya di hari kiamat. Dalam sebuah hadis disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, Aku mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ‘Setiap kalian pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang apa yg ia pimpin, dan imam (umaro’) adlh pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab tentang rakyatnya, dan seorang laki laki adlh pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yg ia pimpin, dan seoarang perempuan di rumah suaminya adlh pemimpin dan ia akan dimintai tanggung jawab tentang apa yg ia pimpin...’ [Riwayat Bukhari No. 2751. Muslim No. 4828]
Juga hendaknya memperhatikan apa yg dikatakan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ketika beliau di Tanya tentang hukum surat menyurat dgn perempuan yg bukan mahramnya, beliau rahimahullahu berkata: Tidak boleh bagi seorang lelaki, siapapun dia, untk surat-menyurat dgn wanita ajnabiyah. Karena hal itu akan menimbulkan fitnah. Terkadang orang yg melakukan perbuatan demikian menyangka bahwa tak ada fitnah yg timbul. Akan tetapi syaithan terus menerus menyertainya, hingga membuatnya terpikat dgn si wanita dan si wanita terpikat dengannya.
Beliau rahimahullahu melanjutkan,
Dalam surat-menyurat antara pemuda dan pemudi ada fitnah dan bahaya yg besar, sehingga wajib untk menjauhi perbuatan tersebut, walaupun penanya mengatakan dlm surat menyurat tersebut tak ada kata-kata keji dan rayuan cinta. (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/898) Nasehat buat sang istri :
Hendaknya bersabar dgn sepenuh hati, mungkin Allah ‘Azza wa Jalla sedang menguji anda, jika anda bersabar mungkin bisa jadi ladang pahala buat anda in syaa Allah, serta ingatlah bahwa istri yg shalihah adlh istri yg dpt menyimpan rahasia suaminya. Kecuali jika keadaan memaksanya untk menceritakan kepada orang lain. Hal ni seperti yg dilakukan oleh shahabiyah Hindun yg mengadukan kebakhilan suaminya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua, hendaknya anda sebagai istri banyak berintrospeksi diri tentang kondisi agama anda sendiri serta ketaatannya kepada suami, karena bisa jadi perubahan dari suami belakangan ni pemicunya dari anda sendiri yg mungkin sudah berkurang keta’atannya dan sebagainya. Maka dari itu mungkin dgn saling bicara satu sama lain dgn hati yg lapang akan lebih menemukan solusi dlm rumah tangga.
Ketiga, jangan terburu-buru meminta khulu’ kecuali memang benar-benar ada mashlahat diniyyah dgn pertimbangan yg sesuai syari’at dan bimbingan ahli ilmu serta dgn kesiapan mental yg matang. Allahua’lam bish shawwaab, kami ikut mendo’akan semoga masalah keluarga anda segera membaik dan bisa menjadi keluarga idaman tiap muslim. Aamiin...
other source : http://9trendingtopic.blogspot.com, http://viva.co.id, http://solopos.com
0 Response to "[Inspiratif] Suami Bertelepon Mesra dengan Para Wanita Lain"
Post a Comment