This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Indonesia Pensiun Saja - Sosiologi

hotsvidz.blogspot.com - Dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), ditetapkan bahwa usia pensiun pegawai negeri sipil (PNS) adlh 58 tahun bagi pejabat administrasi, 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi, dan 60 / 65 tahun bagi pejabat fungsional. Lain lagi dgn guru besar alias para profesor yg baru akan pensiun pd usia 70 tahun. Tapi, mengapa ada usia pensiun segala?

Eksistensi manusia ditentukan oleh waktu. Itulah yg mendasari filsuf Jerman, Martin Heidegger, menerbitkan risalah agungnya berjudul Sein und Zeit (Mengada dan Waktu). Eksistensi manusia dlm term Heidegger disebut dasein. Istilah yg berasal dari bahasa Jerman itu berarti ada-di-sana. Kata ni tentu masih kabur maknanya, sehingga orang akan bertanya lagi ada di mana? Jawabannya tetap ada di sana. Tetapi di sana itu di mana? Sampai di sini kita harus menjadi pemula dlm melihat manusia lain. (Hardiman, 2003: 47)
Dasein tak lain daripada sesuatu yg ditentukannya sendiri. Ada dasein adlh kemungkinan (seinkonnen), dan ni persis gerak perubahan. Menjadi itulah ada-nya. Artinya, manusia ada dgn menjadi dan menjadi adanya. Berhubung dasein adala kemungkinan, dlm arti menjadi, tentu dasein bukan sekadar di dlm waktu, tapi waktu itu sendiri. Ada (dari dasein) menemukan maknanya dlm kemewaktuan. (Hardiman, 2003: 95-96)
Ignas Kleden menambahkan, selain waktu eksistensi manusia jg ditentukan oleh ruang. Bila manusia dilepaskan dari konteks waktu dan ruangnya dia menjadi abstrak, / dia menjadi imajinasi semata-mata. (Kleden, 2004: 446) Pada akhirnya, proses eksistensi manusia disederhanakan melalui konsep kerja. Sampai-sampai muncul istilah homo laborans, homo faber sebagai klaim bahwa manusia adlh makhluk yg bekerja.
Disebabkan eksistensi manusia adlh jg gerak perubahan, maka dari itu, ruang dan waktu manusia tak boleh tunggal dan tetap. Waktu tentu saja bisa berubah dgn sendirinya, lagipula kita tak punya kuasa atasnya. Tapi ruang, inilah yg kemudian dipaksakan berubah oleh pensiun. Pada waktu tertentu, ruang eksistensi manusia pun harus berubah. Kita tak bisa bekerja terus di ruang yg sama, itu membosankan.
Indonesia Lelah Bekerja Dalam dunia kerja, pensiun merupakan salah satu momen penting. Generasi yg sudah melampaui usia produktifnya digantikan, dgn cara yg tegas, oleh generasi berikutnya. Seperti jg bangsa ini, yg sudah mencapai usia 70 tahun, usia pensiun sekelas profesor, bisakah dipensiunkan? Indonesia terlahir dgn identitas yg agak kabur, tahun 1945 lalu. Bangsa ni dididik oleh kolonialisme selama puluhan, bahkan ratusan tahun, lalu mengobrol sebentar dgn saudara tua (Jepang) sebelum merdeka.
Setelah proklamasi, Pancasila dielu-elukan sebagai penegas identitas Indonesia. Tidak lama kemudian Sukarno mencetuskan konsep Nasakom yg mengakomodasi kaum nasionalis, agamis, dan komunis sekaligus, dlm rangka pembangunan politik. Di era pemerintahan Soeharto, Pancasila dikembalikan sebagai landasan normatif, tapi diekspresikan secara otoriter dan militeristik. Pasca reformasi dan hingga kini, agaknya Indonesia mulai menjelma neoliberalis, terutama di arus globalisasi yg kian masif ini.
Indonesia kiranya sudah lelah bekerja mendefinisikan dirinya, yg kerja-kerja itu terasa bak profesi serabutan. Dari iklim intelektual yg kental di masa mudanya, lalu dikebiri gagah-gagahan militer semasa Orde Baru, kemudian jadi selayak remaja labil setelah reformasi, hari ni pun lantas ada corak baru, yakni arogansi bernuansa Islam. Kendati Islam jadi agama mayoritas, mestinya tak serta-merta mengklaim punya hak penuh dlm mendefinisikan negara ini. Nanti batal jadi Bhinneka Tunggal Ika dong!
Harusnya Indonesia pensiun saja! Generasi tua (yang saat ni masih menguasai politik negeri ini) mesti segera digantikan, biar tak mendefinisikan Indonesia semaunya. Politikus sisa-sisa orde sebelumnya hanya akan melanjutkan warisan, tapi dgn kualitas yg menurun. Sebab sudah bukan usia produktifnya, belum lagi situasi dan konteks sosial politik yg jauh berbeda.
Demokrasi, yg jg dianut Indonesia, sejatinya memfasilitasi kebebasan, oleh karenanya senantiasa menjadi arena kosong yg terbuka, / dlm term Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe: empty signifier (penanda kosong). (Laclau & Mouffe, 1985) Demokrasi di Indonesia tergantung bagaimana dan siapa pengisi / pendefinisi penanda kosong itu. Kalau kemudian lebih banyak elit yg mengisi demokrasi, maka itulah hasil dari suatu proses politik di mana yg bukan elit ternyata absen. (Robet, 2007: 85-86)
Maka elitisme, meminjam kalimat sakti pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, harus dihapuskan karena tak sesuai dgn perikemanusiaan dan perikeadilan. Kaum muda pengganti generasi yg sudah tak produktif itu pun mesti berhati-hati agar tak terjebak dgn elitisme. Apa gunanya memberantas elitisme hanya untk melahirkan elitis-elitis baru. Itulah noda-noda yg akan kita temui saat membaca dongeng aktivis angkatan ’66 maupun angkatan ’98 dgn slogan reformasinya itu. Semoga kita bisa menggantikan jiwa-jiwa pensiun itu dgn lebih baik. Mari kita definisikan Indonesia seindah-indahnya.
REFERENSI: Laclau, Ernesto & Chantal Mouffe. 1985. Hegemony and Socialist Strategy. London: Verso Hardiman, F. Budi. 2003. Heidegger dan Mistik Keseharian: Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit. Jakarta: KPG Kleden, Ignas. 2004. Sastra Indonesia dlm Enam Pertanyaan: Esai-Esai Sastra dan Budaya. Jakarta: Grafiti Robet, Robertus. 2007. Republikanisme dan Keindonesiaan, Sebuah Pengantar. Tangerang: Marjin Kiri
CATATAN: Dimuat pula di Selasar.com.

other source : http://tempo.co, http://cnn.com, http://adiksikopi.blogspot.com

0 Response to "Indonesia Pensiun Saja - Sosiologi"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *